Rabu, 19 November 2014

FROZEN - Let It Go Sing-along | Official Disney HD

sejarah masjid agung payaman

Masjid Agung Payaman Masjid yang berlokasi di pinggiran Jalan Raya Secang, Magelang ini tidak memiliki nama khusus. Sehingga sampai kini pun, meski masjid ini cukup terkenal di Jawa Tengah, tetapi tidak ditemukan papan nama didepan bangunannya, seperti halnya masjid-masjid lain pada umumnya. Ruang Urama Masjid Agung Payaman (Magelang, Jawa Tengah) Ruang Utama Masjid Agung Payaman (Magelang, Jawa Tengah) SEJARAH DAN ARSITEKTUR MASJID AGUNG PAYAMAN Masjid Agung Payaman ini merupakan pusat syiar agama Islam di Magelang dan sekitarnya ternyata berawal dari sebuah mushala yang dibangun Kiai Mudzakir lebih kurang 400 tahun lalu. Kiai dari Jawa Timur itu mendirikan mushala dalam upayanya mengenalkan agama Islam kepada masyarakat setempat. Tempat ibadah yang berlokasi di Jalan Tentara Pelajar atau sisi barat alun-alun Kota Magelang mulai diubah bentuknya dari mushala menjadi masjid pada saat Magelang dipimpin Bupati Ke-3 Magelang Danuningrat pada 1779. Selanjutnya pada 1935, masjid itu direnovasi lagi oleh Bupati Ke-5 Magelang Danu Sugondo. Sampai sekarang, di dalam masjid itu masih tersimpan tempat khusus untuk shalat bupati tempo dulu. Bentuknya kotak berukir buatan 1779. Bila sedang digunakan bupati untuk shalat maka kotak itu ditutupi kelambu.Ruang utama Masjid Agung Payaman berukuran 10 X 10 m. Masjid ini juga memiliki serambi kanan dan kiri, sedangkan serambi depan diberi kubah pada bangunanya ituberukuran 14 X 10 m. Pada 1981, oleh Wali Kota Magelang Drs A Bagus Panuntun dibuatkan serambi 6 x 20 meter serta menara. Wali Kota H Fahriyanto membangunkan pagar sebelah utara serta meratakan tanah halaman masjid dan kemudian dipaving. Menara Masjid Agung Payaman (Magelang, Jawa Tengah) Menara Masjid Agung Payaman (Magelang, Jawa Tengah) KEISTIMEWAAN MASJID AGUNG PAYAMAN Keistimewaan dari keberadaan masjid ini adalah jamaahnya tidak pernah sepi selama 24 jam. Setiat saat sekitar seratusan jamaah yang usianya sudah lansia yang berasal dari berbagai daerah dijawa tengah sengaja tinggal disekitar masjid untuk mengikuti shalat berjamaah selama 40 hari. Masyarakat sekitar memfasilitasi mereka dengan membuatkan asrama berlantai dua yang berlokasi disebelah halaman masjid. Sebagian dari jamaah yang tidak tertampung menumpang dirumah warga. Mungkin karena merupakan masjid tertua di Magelang sehingga memiliki daya tarik tersendiri. Masjid lainnya yang usianya juga relatif tua berlokasi di Payaman. Boleh dikatakan merupakan masjid tertua kedua setelah Masjid Agung. Yang tertua ketiga adalah masjid di Trasan, Bandongan. Teras Masjid Agung Payaman (Magelang, Jawa Tengah) Teras Masjid Agung Payaman (Magelang, Jawa Tengah) BULAN ROMADHON DI MASJID AGUNG PAYAMAN Selama bulan Puasa, masjid ini selalu ramai terutama mulai shalat zuhur hingga waktu shalat tarawih. Umat Islam yang shalat di situ tidak hanya warga Kota Magelang tetapi juga warga Kabupaten Magelang. Biasanya para jamaah sambil menunggu waktu sholat tiba, mereka yang bernazar atau berkeinginan berjamaah selama 40 hari itu mengaji Al-Qur’an di ruangan masjid. Mereka hanya sholat dan mengaji saja. Sedangkan, untuk kebutuhan sehari-hari ada yang membeli di warung-warung makan sekitar masjid, ada pula yang dikirima keluarganya, dan ada pula yang membayar uang makan bulanan kepada warga setempat.Setiap sore pada bulan Puasa, Masjid Agung selalu menyediakan makanan berbuka untuk 200-an orang berupa nasi bungkus dan minuman. Yang menyumbang makanan adalah warga Kauman di sekitar masjid secara bergantian. ”Sehabis shalat tarawih, juga disediakan takjil untuk 100 orang.” Jumlah jamaah memang mencapai puncaknya pada bulan Romadhon. Jumlah jamah bisa mencapai 300 orang. Semangat para Kakek-nenek ini patut menjadi contoh bagi kaum muda saat ini. Meski sudah rata-rata berusia uzur, namun semangat untuk mengisi waktu dengan beribadah tidak lantas jadi kendor

Gethuk magelang

Gethuk,Makanan Khas Magelang yang Nikmat dan Menggoda Kota Magelang adalah sebuah kota yang penuh dengan berbagai kekayaan budaya dan kulinernya yang sudah terkenal hampir di seluruh di Indonesia. Salah satu kuliner khasnya adalah ‘gethuk’. Langkah pertama membuatnya adalah menghaluskan singkong kukus, lalu dimasukkan ke dalam food processor dan ditambahkan gula, margarin, serta vanili. Setelah itu campuran digiling hingga tercampur rata. Langkah selanjutnya dalam membuat gethuk adalah membagi adonan menjadi dua bagian. Bagian yang pertama dibiarkan putih, sedangkan yang satunya dicampur dengan bubuk coklat. Kemudian adonan yang putih digiling tipis sekitar 3 mm, begitu juga adonan yang coklat. Berikutnya, adonan yang putih diletakkan di lapisan pertama, lalu ditumpuk dengan adonan coklat. Setelah itu, adonan tersebut ditekan sedikit sambil digulung dan dipadatkan. Untuk membuat gethuk yang berwarna hijau dan merah muda, cukup ditambahkan pewama secukupnya. alami maupun buatan tergantung pembuatnya. Untuk mendapatkan kualitas gethuk yang benar – benar bagus, setelah langkah terakhir, gethuk didiamkan sejenak baru setelah itu, gethuk dipotong-potong sesuai ukuran yang diinginkan. Harga makanan ini sangat bersahabat, mulai clan Rp 5.000,- sampai Rp 10.000,00. tergantung porsi yang diminta. Porsi kecil, sedang, dan besar. Itu sebabnya, semua kalangan dapat menikmati gethuk. Sekarang di Magelang telah banyak merek – merek gethuk terkenal. Namun, berbagai macam merek gethuk tersebut, adalah asli khas Kota Magelang. Masalah gethuk terenak saat ini, tergantung lidah masing – masing pengkonsumsinya. Apapun bentuknya, gethuk tetap menjadi makanan khas Kota Magelang yang mempunyai cita rasa tersendiri, yang mencerminkan kesederhanaan Kota Magelang yang selalu memukau setiap orang. gethuk khas magelang ini pasti rasanya enak dan dijamin harganya terjangkau dan berkualitas. yang mau beli silahkan hubungi 085743884965.

Minggu, 16 November 2014

manfaat blog bagi pelajar

7 Manfaat Blog untuk Pelajar Dunia sangat cepat berubah. Kita memasuki era cyber yang mesti disikapi dengan bijak. Bagi para pelajar, internet sudah menjadi kebutuhan. Bahkan banyak waktu digunakan tiap hari hanya untuk online. Salah satu tujuan netter untuk online adalah nge-blog. Pelajar saat ini, sebagai generasi penerus bangsa ditantang untuk mampu memilih yang terbaik untuk dirinya. Pelajar yang menggunakan waktu luangnya untuk blogging, dapat banyak manfaat. Berikut tujuh manfaat blog untuk pelajar Bersama beberapa pelajar yang tergabung dalam KBW Memperkaya metode belajar. Bisa jadi guru dan mata pelajaran menyenangkan. Namun situasi di kelas, dan buku bikin sumpek. Tentu bahwa sajian mata pelajaran dari guru serta membaca buku itu wajib. Namun membuat resume hasil pelajaran itu mampu membuat pelajaran tersebut lebih permanen dalam memori. Sehingga sajian mata pelajaran+buku+menulis resume membuat metode belajar lebih efektif. Dan yang pasti bahwa, ketika menulis resume pelajaran, tidak dilakukan dikelas. Tapi saat online atau istirahat. Sehingga bisa memperkaya metode belajar Melatih keterampilan menulis. Menulis adalah sebuah aktifitas intelektual, dimana gagasan-gagasan yang tersebar, bisa disistematiskan dan berbentuk narasi. Sehingga makna bisa ditransfer dari penulis ke pembaca. Banyak orang yang kurang terampil menulis. Hal itu disebabkan karena tidak terbiasa menulis. Bagi blogger, menulis adalah hal yang wajib. Tidak perlu kecerdasan tinggi untuk bisa terampil menulis. Yang dibutuhkan hanyalah semangat dan latihan. Dengan demikian, seorang pelajar yang nge-blog bisa mengasah keterampilannya menulis sedari dini. Bisa dibayangkan beberapa tahun kedepan. Tentu akan semakin tajam :) Internet Positif. Pelajar sebagai remaja, penuh rasa ingin tahu dan ingin mencoba. Internet menyediakan segalanya. Jika online untuk hal-hal tidak perlu, tentu sama saja membuang masa muda. Bukankah masa muda tidak datang dua kali ?. Apalagi jika membuka situs situs tertentu. Nah, menjadi blogger berarti pelajar harus berusaha mengupdate blognya. Ia akan fokus mengelola blognya dan mencari bahan yang relevan untuk konten blognya Media aktualisasi diri. Secara fitrawi, manusia selalu ingin dikenal. Apalagi para remaja. Coba saja lihat, banyak orang menulis namanya ditempat umum bahkan WC. Atau mencoret-coret tembok. Pada dasarnya hasrat aktualisasi dirinya yang tidak tersalur. Bayangkan kalau seseorang memperkenalkan dirinya melalui tulisannya diblog? Seorang pelajar tidak mesti menulis namanya di tembok atau meja kelas. Cukup memberi alamat blognya. Ia sudah mampu mengaktualisasikan dirinya bukan pada orang yang duduk dimeja. Atau orang yang baca tulisan ditembok sambil menyumpahi. Tapi melalui dunia maya yang luas dan positif Memperluas pergaulan. Dizaman pra cyber, pergaulan remaja terbatas. Paling, dengan tetangga atau dekat rumahnya. Jadi sifatnya sektoral. Sekarang, di zaman cyber pergaulan semakin luas menembus jarak. Modelnya, lebih pada hobi. Misalnya anak motor, anak band, anak pecinta alam dan seterusnya. Tentu blogger punya komunitas. Seorang pelajar yang menjadi blogger, akan berpeluang besar bergaul sesama blogger senusantara. Dengan itu ia punya lebih banyak teman dan bisa berbagi pengetahuan Penyaluran hobi. Bagi pelajar yang suka produk teknologi, ia bisa menyalurkan hobinya dengan membaca dan menulis tentang produk teknologi tersebut. Apakah itu software atau hardware. Ia bisa membuat blog yang bertema sesuai hobinya. Belajar mandiri. Jika beruntung, space iklan yang terisi pada blog dapat menghasilkan rupiah atau dollar. Tentu bisa mengurangi beban orang tua. Bayangkan, hanya duduk online di warkop bisa menghasilkan rupiah. Tanpa harus mengambil hak orang lain, tanpa harus mengemis dan tanpa harus bekerja keras.

Minggu, 28 September 2014

Magelang.ku

Hari Jadi Magelang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 6 Tahun 1989, bahwa tanggal 11 April 907 Masehi merupakan hari jadi. Penetapan ini merupakan tindak lanjut dari seminar dan diskusi yang dilaksanakan oleh Panitia Peneliti Hari Jadi Kota Magelang; bekerjasama dengan Universitas Tidar Magelang dengan dibantu pakar sejarah dan arkeologi Universitas Gajah Mada, Drs.MM. Soekarto Kartoatmodjo, dengan dilengkapi berbagai penelitian di Museum Nasional maupun Museum Radya Pustaka-Surakarta.
Kota Magelang mengawali sejarahnya sebagai desa perdikan Mantyasih, yang saat ini dikenal dengan Kampung Meteseh di Kelurahan Magelang. Mantyasih sendiri memiliki arti beriman dalam Cinta Kasih. Di kampung Meteseh saat ini terdapat sebuah lumpang batu yang diyakini sebagai tempat upacara penetapan Sima atau Perdikan.
Untuk menelusuri kembali sejarah Kota Magelang, sumber prasasti yang digunakan adalah Prasasti POH, Prasasti GILIKAN dan Prasasti MANTYASIH. Ketiganya merupakan parsasti yang ditulis diatas lempengan tembaga.
Prasasti POH dan Mantyasih ditulis zaman Mataram Hindu saat pemerintahan Raja  Rake Watukura Dyah Balitung (898-910 M), dalam prasasti ini disebut-sebut adanya Desa Mantyasih dan nama Desa Glangglang. Mantyasih inilah yang kemudian berubah menjadi Meteseh,sedangkan Glangglang berubah menjadi Magelang.
Dalam Prasasti Mantyasih berisi antara lain, penyebutan nama Raja Rake Watukura Dyah Balitung, serta penyebutan angka 829 Çaka bulan Çaitra tanggal 11 Paro-Gelap Paringkelan Tungle, Pasaran Umanis hari Senais Sçara atau Sabtu, dengan kata lain Hari Sabtu Legi tanggal 11 April 907. Dalam Prasasti ini disebut pula Desa Mantyasih yang ditetapkan oleh Sri Maharaja Rake Watukura Dyah Balitung sebagai Desa Perdikan atau daerah bebas pajak yang dipimpin oleh pejabat patih. Juga disebut-sebut Gunung SUSUNDARA dan WUKIR SUMBING yang kini dikenal dengan Gunung SINDORO dan Gunung SUMBING.
Begitulah Magelang, yang kemudian berkembang menjadi kota selanjutnya menjadi Ibukota Karesidenan Kedu dan juga pernah menjadi Ibukota Kabupaten Magelang. Setelah masa kemerdekaan kota ini menjadi kotapraja dan kemudian kotamadya dan di era reformasi, sejalan dengan pemberian otonomi seluas - luasnya kepada daerah, sebutan kotamadya ditiadakan dan diganti menjadi kota.
Ketika Inggris menguasai Magelang pada abad ke 18, dijadikanlah kota ini sebagai pusat pemerintahan setingkat Kabupaten dan diangkatlah Mas Ngabehi Danukromo sebagai Bupati pertama. Bupati ini pulalah yang kemudian merintis berdirinya Kota Magelang dengan membangun Alun - alun, bangunan tempat tinggal Bupati serta sebuah masjid. Dalam perkembangan selanjutnya dipilihlah Magelang sebagai Ibukota Karesidenan Kedu pada tahun 1818.
Setelah pemerintah Inggris ditaklukkan oleh Belanda, kedudukan Magelang semakin kuat. Oleh pemerintah Belanda, kota ini dijadikan pusat lalu lintas perekonomian. Selain itu karena letaknya yang strategis, udaranya yang nyaman serta pemandangannya yang indah Magelang kemudian dijadikan Kota Militer: Pemerintah Belanda terus melengkapi sarana dan prasarana perkotaan. Menara air minum dibangun di tengah-tengah kota pada tahun 1918, perusahaan listrik mulai beroperasi tahun 1927, dan jalan - jalan arteri diperkeras dan diaspal.
- See more at: http://www.magelangkota.go.id/direktori/kategori/sekilas-kota/sejarah-kota-magelang#sthash.d3B63W1R.dpuf
Hari Jadi Magelang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 6 Tahun 1989, bahwa tanggal 11 April 907 Masehi merupakan hari jadi. Penetapan ini merupakan tindak lanjut dari seminar dan diskusi yang dilaksanakan oleh Panitia Peneliti Hari Jadi Kota Magelang; bekerjasama dengan Universitas Tidar Magelang dengan dibantu pakar sejarah dan arkeologi Universitas Gajah Mada, Drs.MM. Soekarto Kartoatmodjo, dengan dilengkapi berbagai penelitian di Museum Nasional maupun Museum Radya Pustaka-Surakarta.
Kota Magelang mengawali sejarahnya sebagai desa perdikan Mantyasih, yang saat ini dikenal dengan Kampung Meteseh di Kelurahan Magelang. Mantyasih sendiri memiliki arti beriman dalam Cinta Kasih. Di kampung Meteseh saat ini terdapat sebuah lumpang batu yang diyakini sebagai tempat upacara penetapan Sima atau Perdikan.
Untuk menelusuri kembali sejarah Kota Magelang, sumber prasasti yang digunakan adalah Prasasti POH, Prasasti GILIKAN dan Prasasti MANTYASIH. Ketiganya merupakan parsasti yang ditulis diatas lempengan tembaga.
Prasasti POH dan Mantyasih ditulis zaman Mataram Hindu saat pemerintahan Raja  Rake Watukura Dyah Balitung (898-910 M), dalam prasasti ini disebut-sebut adanya Desa Mantyasih dan nama Desa Glangglang. Mantyasih inilah yang kemudian berubah menjadi Meteseh,sedangkan Glangglang berubah menjadi Magelang.
Dalam Prasasti Mantyasih berisi antara lain, penyebutan nama Raja Rake Watukura Dyah Balitung, serta penyebutan angka 829 Çaka bulan Çaitra tanggal 11 Paro-Gelap Paringkelan Tungle, Pasaran Umanis hari Senais Sçara atau Sabtu, dengan kata lain Hari Sabtu Legi tanggal 11 April 907. Dalam Prasasti ini disebut pula Desa Mantyasih yang ditetapkan oleh Sri Maharaja Rake Watukura Dyah Balitung sebagai Desa Perdikan atau daerah bebas pajak yang dipimpin oleh pejabat patih. Juga disebut-sebut Gunung SUSUNDARA dan WUKIR SUMBING yang kini dikenal dengan Gunung SINDORO dan Gunung SUMBING.
Begitulah Magelang, yang kemudian berkembang menjadi kota selanjutnya menjadi Ibukota Karesidenan Kedu dan juga pernah menjadi Ibukota Kabupaten Magelang. Setelah masa kemerdekaan kota ini menjadi kotapraja dan kemudian kotamadya dan di era reformasi, sejalan dengan pemberian otonomi seluas - luasnya kepada daerah, sebutan kotamadya ditiadakan dan diganti menjadi kota.
Ketika Inggris menguasai Magelang pada abad ke 18, dijadikanlah kota ini sebagai pusat pemerintahan setingkat Kabupaten dan diangkatlah Mas Ngabehi Danukromo sebagai Bupati pertama. Bupati ini pulalah yang kemudian merintis berdirinya Kota Magelang dengan membangun Alun - alun, bangunan tempat tinggal Bupati serta sebuah masjid. Dalam perkembangan selanjutnya dipilihlah Magelang sebagai Ibukota Karesidenan Kedu pada tahun 1818.
Setelah pemerintah Inggris ditaklukkan oleh Belanda, kedudukan Magelang semakin kuat. Oleh pemerintah Belanda, kota ini dijadikan pusat lalu lintas perekonomian. Selain itu karena letaknya yang strategis, udaranya yang nyaman serta pemandangannya yang indah Magelang kemudian dijadikan Kota Militer: Pemerintah Belanda terus melengkapi sarana dan prasarana perkotaan. Menara air minum dibangun di tengah-tengah kota pada tahun 1918, perusahaan listrik mulai beroperasi tahun 1927, dan jalan - jalan arteri diperkeras dan diaspal.
- See more at: http://www.magelangkota.go.id/direktori/kategori/sekilas-kota/sejarah-kota-magelang#sthash.d3B63W1R.dpuf
Hari Jadi Magelang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 6 Tahun 1989, bahwa tanggal 11 April 907 Masehi merupakan hari jadi. Penetapan ini merupakan tindak lanjut dari seminar dan diskusi yang dilaksanakan oleh Panitia Peneliti Hari Jadi Kota Magelang; bekerjasama dengan Universitas Tidar Magelang dengan dibantu pakar sejarah dan arkeologi Universitas Gajah Mada, Drs.MM. Soekarto Kartoatmodjo, dengan dilengkapi berbagai penelitian di Museum Nasional maupun Museum Radya Pustaka-Surakarta.
Kota Magelang mengawali sejarahnya sebagai desa perdikan Mantyasih, yang saat ini dikenal dengan Kampung Meteseh di Kelurahan Magelang. Mantyasih sendiri memiliki arti beriman dalam Cinta Kasih. Di kampung Meteseh saat ini terdapat sebuah lumpang batu yang diyakini sebagai tempat upacara penetapan Sima atau Perdikan.
Untuk menelusuri kembali sejarah Kota Magelang, sumber prasasti yang digunakan adalah Prasasti POH, Prasasti GILIKAN dan Prasasti MANTYASIH. Ketiganya merupakan parsasti yang ditulis diatas lempengan tembaga.
Prasasti POH dan Mantyasih ditulis zaman Mataram Hindu saat pemerintahan Raja  Rake Watukura Dyah Balitung (898-910 M), dalam prasasti ini disebut-sebut adanya Desa Mantyasih dan nama Desa Glangglang. Mantyasih inilah yang kemudian berubah menjadi Meteseh,sedangkan Glangglang berubah menjadi Magelang.
Dalam Prasasti Mantyasih berisi antara lain, penyebutan nama Raja Rake Watukura Dyah Balitung, serta penyebutan angka 829 Çaka bulan Çaitra tanggal 11 Paro-Gelap Paringkelan Tungle, Pasaran Umanis hari Senais Sçara atau Sabtu, dengan kata lain Hari Sabtu Legi tanggal 11 April 907. Dalam Prasasti ini disebut pula Desa Mantyasih yang ditetapkan oleh Sri Maharaja Rake Watukura Dyah Balitung sebagai Desa Perdikan atau daerah bebas pajak yang dipimpin oleh pejabat patih. Juga disebut-sebut Gunung SUSUNDARA dan WUKIR SUMBING yang kini dikenal dengan Gunung SINDORO dan Gunung SUMBING.
Begitulah Magelang, yang kemudian berkembang menjadi kota selanjutnya menjadi Ibukota Karesidenan Kedu dan juga pernah menjadi Ibukota Kabupaten Magelang. Setelah masa kemerdekaan kota ini menjadi kotapraja dan kemudian kotamadya dan di era reformasi, sejalan dengan pemberian otonomi seluas - luasnya kepada daerah, sebutan kotamadya ditiadakan dan diganti menjadi kota.
Ketika Inggris menguasai Magelang pada abad ke 18, dijadikanlah kota ini sebagai pusat pemerintahan setingkat Kabupaten dan diangkatlah Mas Ngabehi Danukromo sebagai Bupati pertama. Bupati ini pulalah yang kemudian merintis berdirinya Kota Magelang dengan membangun Alun - alun, bangunan tempat tinggal Bupati serta sebuah masjid. Dalam perkembangan selanjutnya dipilihlah Magelang sebagai Ibukota Karesidenan Kedu pada tahun 1818.
Setelah pemerintah Inggris ditaklukkan oleh Belanda, kedudukan Magelang semakin kuat. Oleh pemerintah Belanda, kota ini dijadikan pusat lalu lintas perekonomian. Selain itu karena letaknya yang strategis, udaranya yang nyaman serta pemandangannya yang indah Magelang kemudian dijadikan Kota Militer: Pemerintah Belanda terus melengkapi sarana dan prasarana perkotaan. Menara air minum dibangun di tengah-tengah kota pada tahun 1918, perusahaan listrik mulai beroperasi tahun 1927, dan jalan - jalan arteri diperkeras dan diaspal.
- See more at: http://www.magelangkota.go.id/direktori/kategori/sekilas-kota/sejarah-kota-magelang#sthash.d3B63W1R.dpuf

Minggu, 21 September 2014

kesulitan untuk mensyukuri nikmat

Assalamualaikum wr.wb

        Ketika kita kesulitan untuk selalu bersyukur, hendaklah kita mengingat sesuatu yang telah diberikan kepada kita.Entah itu pemberian orang tua berupa materi atau pun pemberian dari Allah yang non materi.Seringkali kita meminta sesuatu dari orang tua yang mungkin orang tua tidak mudah untuk mendapatkannya,namun kita sebagai anak sering tidak berterima kasih tapi malah semakin meminta yang lebih.
       Bersyukur terhadap apa yang telah di berikan Tuhan kepada kita juga tidaklah mudah.Sering kita tidak menyadari kalau banyak yang telah Tuhan berikan kepada kita,misalnya saja seperti udara yang tiap hari kita butuhkan.Tanpa udara tidaklah kita dapat hidup,maka dari itu hendaklah kita bersyukur terhadap anugerah yang telah Tuhan berikan kepada kita.
       Agar rasa syukur kita terhadap orang tua dan Tuhan selalu ada maka janganlah melihat materi seseorang yang ada diatas kita,lihatlah seseorang yang masih banyak dibawah kita.Rasa syukur kepada Tuhan kita juga harus selalu kita ucapkan karena berkat Dia-lah kita dapat hidup dengan udara-Nya yang tanpa mengeluarkan uang sedikitpun.
      Semoga tulisan ini dapat menambah rasa syukur kita dan semoga bermanfaat buat kita semua.
Wassalamualaikum wr.wb